TIMES KUPANG, JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah gencar mengupayakan peningkatan layanan kesehatan ibu dan anak, khususnya di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Salah satu usulan yang menuai pro dan kontra adalah wacana pemberian izin bagi dokter umum untuk melakukan operasi caesar.
Ide ini muncul dari Menkes Budi Gunadi Sadikin, yang menilai bahwa keterbatasan dokter spesialis kandungan di wilayah terpencil menjadi penghambat akses persalinan yang aman.
Namun, gagasan ini tidak disambut baik oleh semua pihak. The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII) melalui penelitinya, Made Natasya Restu Dewi Pratiwi, justru menyarankan Kemenkes untuk fokus pada akar masalah kematian ibu, yaitu lambatnya deteksi dini risiko kehamilan dan keterlambatan rujukan.
"Pendekatan berbasis data dan pencegahan harus lebih diutamakan ketimbang melonggarkan kewenangan medis tanpa penguatan deteksi dini risiko kehamilan yang berbasis pemberdayaan dan edukasi sejak pra-kehamilan," tegas Natasya dalam keterangan rilis, Jumat (30/5/2025).
Mengatasi Kesenjangan dalam Pemantauan Kehamilan
Natasya menyoroti rendahnya cakupan pemeriksaan antenatal (ANC) sebagai masalah krusial. Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan bahwa lebih dari 40% ibu hamil di Indonesia tidak menyelesaikan enam kali kunjungan ANC yang menjadi standar ideal. Ini berarti, banyak ibu hamil belum mendapatkan pemantauan kesehatan yang berkelanjutan.
Menurut Natasya, memperkuat edukasi sejak sebelum kehamilan melalui posyandu, program skrining pranikah, dan penyebaran informasi melalui Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) jauh lebih strategis untuk memberdayakan calon orang tua sejak dini.
Selain itu, ia juga mendorong pengembangan dashboard pelayanan maternal berbasis ketimpangan wilayah. Dashboard ini bertujuan untuk mengidentifikasi hambatan nyata di lapangan, seperti biaya, jarak ke fasilitas kesehatan, minimnya tenaga medis, hingga faktor budaya yang menghambat rujukan.
"Jika masalahnya adalah biaya dan jarak, maka penyediaan subsidi transportasi dan pemerataan fasilitas rumah singgah menjadi penting. Bila karena minimnya tenaga kesehatan, maka redistribusi tenaga kesehatan melalui program Nusantara Sehat dan Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) dapat dioptimalkan bagi daerah berisiko tinggi," jelasnya.
Komunikasi Publik yang Belum Optimal
Natasya juga mengkritik lemahnya komunikasi publik pemerintah dalam menggulirkan wacana izin operasi caesar bagi dokter umum. Ia menilai, wacana ini menunjukkan kurangnya pemahaman akan urgensi dan tidak adanya strategi komunikasi yang matang kepada masyarakat.
Hal ini, imbuhnya, sejalan dengan temuan studi The Indonesian Institute tentang "Evaluasi 200 Hari Menteri Kabinet Merah Putih" yang mencatat keterampilan komunikasi para menteri hanya 68,75% dan konsistensi penyusunan kebijakan berdasarkan prioritas yang jelas hanya 35,42%.
"Evaluasi TII ini menjadi pengingat bahwa peningkatan kesehatan masyarakat harus diwujudkan dengan kebijakan berbasis data dan komunikasi publik yang berkualitas agar tidak mengorbankan rasa aman masyarakat," pungkas Natasya.
Usulan Menteri Kesehatan
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengusulkan dokter umum bisa melakukan tindakan operasi caesar terutama di daerah 3T, terdepan, terluar, tertinggal.
Hal ini dia usulkan lantaran dokter spesialis kandungan masih rendah terutama di wilayah terpencil dan pelosok.
“Nanti spesialis obgyn apakah ada di 514 kabupaten kota? Kalau dia cuma ada di 200 yang 300 gimana? Kalau saya, 300 dokter umumnya diajarin dong boleh,”ucap Menkes dalam video yang diunggah Kemenkes RI.
POGI Angkat Bicara: Prioritaskan Kompetensi dan Akses
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) secara tegas meminta Kemenkes untuk memikirkan ulang rencana perizinan dokter umum melakukan operasi caesar. POGI menegaskan bahwa operasi caesar adalah tindakan bedah berisiko tinggi yang seharusnya hanya dilakukan oleh dokter spesialis obstetri yang berpengalaman.
POGI merekomendasikan tiga hal kepada Kemenkes:
- Pengembangan program pelatihan bagi dokter umum yang ingin memperdalam pengetahuan tentang obstetri dan ginekologi.
- Peningkatan akses masyarakat terhadap layanan spesialis, terutama di daerah terpencil.
Pemanfaatan teknologi layanan kesehatan jarak jauh untuk memberikan bimbingan dan supervisi kepada dokter umum dalam situasi darurat. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Usulan Kemenkes Dokter Umum Boleh Lakukan Caesar, Peneliti Angkat Bicara!
Pewarta | : Hendarmono Al Sidarto |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |